Selamat Tinggal Banjir dan Aspal Berlubang

Lalu Lintas - Tampak kendaraan motor, mobil maupun truk mulai melalui Jembatan Layang Bukit Rawi di Desa Penda Barania, Kabupaten Pulang Pisau yang sudah bisa digunakan mulai tanggal 28 Agustus 2022 lalu, Kabupaten Pulang Pisau, Senin (29/8)


*Jembatan Layang Bukit Rawi Sudah Bisa Dilewati


PALANGKA RAYA- Jembatan Layang Bukit Rawi di Desa Penda Barania, Kabupaten Pulang Pisau kini sudah bisa dilewati masyarakat, khususnya pengendara roda 2 dan roda 4. Walaupun belum diresmikan, namun jembatan sepanjang kurang lebih 3 kilometer itu sudah beroperasi.


Dari pantauan di lapangan, Senin (29/8), tampak para pengendara baik kendaraan bermotor hingga mobil atau angkutan hilir mudik melewati jalur tersebut. 


Tampak juga konstruksi jembatan yang kokoh, dengan posisi sudah sangat tinggi melebihi dari permukaan tanah. Walaupun belum ada tanda-tanda munculnya banjir musiman yang kerap menggenangi kawasan itu, para pengendara sudah tidak perlu khawatir lagi dengan masalah tersebut.


Sama seperti Jembatan Tumbang Nusa, air sungai hanya akan menggenangi bagian bawahnya saja. Aspalnya juga sudah didesain sedemikian rupa. Pastinya menyesuaikan beban kendaraan angkutan maksimal 8 ton. Dari informasi yang ada, untuk jalan yang lama memang tidak akan dikembalikan atau diperbaiki lagi. Namun, tetap akan difungsionalkan atau dibuka, agar menjadi akses bagi aktivitas masyarakat di pinggiran Sungai Kahayan, khususnya di kawasan Penda Barania.  


Kalau dulu, banjir musiman yang menggenangi Penda Barania sepanjang 3 kilometer itu sangat menyulitkan pengendara. Ketika sudah tergenangi air dari Sungai Kahayan, yang tingginya tidak bisa diprediksi, kadang selutut bahkan sepinggang atau lebih dari orang dewasa, dipastikan kendaraan jenis apa pun akan terhambat.


Bagi yang nekat, siap-siap mogok atau terhenti di tengah-tengah atau bahkan paling parahnya terbalik. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, banyaknya truk angkutan yang terbalik akibat kehilangan keseimbangan.


Mirisnya lagi, persoalan yang terjadi bukan hanya soal banjir atau genangan airnya saja. Akibat rendaman air dengan arus yang cukup deras, membuat aspal di ruas itu ikut terkelupas dan berlubang cukup dalam. Tak heran ketika musim-musim banjir, akan ada petugas atau masyarakat  yang rela merendam sebagian tubuhnya di air untuk menuntun para pengendara agar tetap di jalurnya dan mencegah jangan sampai terperosok ke dalam lubang. 


Persoalan lainnya, ketika terjadi banjir dengan arus deras dan ketinggian air yang dalam, maka solusinya bagi kendaraan roda 2 adalah feri penyeberangan. Harganya juga lumayan mahal, berkisar Rp100-150 ribu per motor.


Ada juga penyeberangan bagi roda 4, dengan tarif yang lumayan besar. Alternatif lainnya, pengendara mobil terpaksa menggunakan sistem estafet seperti yang kerap digunakan sopir travel setempat. Ada satu mobil lain yang sudah menunggu di seberang kawasan non banjir. Penumpangnya, mau tidak mau naik feri penyeberangan juga untuk sampai ke seberang. 


Selain itu, masalah yang ada menimbulkan antrean yang cukup panjang. Ironisnya, beberapa di antara pengendara truk maupun roda 4, pernah terjebak hingga 7 sampai 9 jam di lokasi yang sama. Terpenting lagi, pasokan barang mulai dari sembako, bahan bakar hingga gas elpiji terhambat. Akibatnya harga-harga melambung tinggi karena keterlambatan distribusi tersebut.


Kondisi-kondisi serta persoalan semacam ini, memang juga tidak luput dari perhatian berbagai unsur di pemerintahan dan lainnya. Sebelumnya sempat ada pembenahan melalui peninggian badan jalan, dengan harapan tidak terkena banjir. Nyatanya tidak berhasil, bahkan rendaman air sungai malah semakin parah.


Akhirnya, beberapa tahun sebelum jembatan layang ini berdiri, sudah banyak suara bahkan usulan agar adanya pembangunan dilaksanakan. Beberapa unsur seperti jajaran DPRD Kalteng periode 2014-2019 di masa itu, kerap vokal dan intens yang menyebutkan hanya jembatan layanglah solusinya. 


Tidak sedikit di antara para wakil rakyat itu juga berupaya melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat agar hal tersebut diwujudkan. Wajar saja, persoalan banjir ini terjadi bertahun-tahun lamanya dan menghambat arus transportasi darat ke beberapa kabupaten. Tentunya Kabupaten Gunung Mas, Murung Raya, Kapuas hingga Pulang Pisau. Lalu DAS Barito seperti Barut, Barsel hingga Bartim juga mesti melewati akses tersebut. 


Maka pada akhirnya, melalui berbagai perjuangan dan upaya konsolidasi yang cukup memakan waktu, akhirnya proyek Jembatan Layang Bukit Rawi dikerjakan sejak 2019 silam. Kendati dalam pengerjaannya masyarakat masih melewati jalur bawah dan jelas kesulitan, namun secercah harapan itu sudah terpampang di depan mata, melalui pembangunan jembatan layang yang cukup intens.


Menggunakan program multiyears melalui dana APBN, pelaksanaan itu diselesaikan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan sejumlah tahapan serta progres yang ada. 


Kini di 2022 tepatnya 28 Agustus, jembatan itu sudah bisa dilewati masyarakat pengendara. Beberapa di antaranya mengaku antusias dan bersyukur dengan dibangunnya jembatan tersebut.


"Biasanya kalau musim banjir, jelas jadi hambatan bagi kami untuk ke tempat tujuan. Kalaupun tidak banjir, lubang yang dalam serta jalan yang tidak mulus juga menyulitkan," ujar Muhammad Sairi (36), pengendara yang kerap hilir mudik Palangka Raya-Kuala Kurun. 


Sementara itu, seorang masyarakat setempat yang enggan disebutkan namanya mengakui, tidak masalah dengan adanya jembatan tersebut. Memang sebelumnya banjir musiman juga sempat memberikan usaha dadakan bagi masyarakat. Namun dipastikan, hal itu jelas tidak akan berlangsung selamanya, karena rencana pembangunan jembatan layang itu sudah didengungkan sejak lama. 


Kini persoalan-persoalan klasik yang kerap dikeluhkan pengendara sudah tidak terjadi lagi. Selamat tinggal hambatan-hambatan dan masalah banjir musiman serta jalan rusak yang menyulitkan pengendara. drn